26 September 2010
Menikmati Kapal Eksekutif Seharga Kelas Ekonomi
SP/ Ari Supriyanti Rikin
Seorang petugas Kapal penyeberangan Dharma Ferry IX tampak melayani penumpang kelas ekonomi. Penumpang hanya dikenai biaya Rp 31.500 rute Padang Bai-Lembar (NTB).
Menikmati penyeberangan menggunakan kapal dengan fasilitas memadai, kini tak lagi sekadar mimpi. Hanya merogoh "kocek" sama dengan biaya kelas ekonomi, penumpang merasakan pelayanan sekelas bisnis, bahkan eksekutif.
Ayu dan Erna ibunya mengaku, menyeberangi lautan bukan hal pertama kali mereka dilakukan. Namun, menyeberang dengan kapal ekonomi, dengan fasilitas luar biasa, baru dirasakan pertama kali. Mereka pun merasa nyaman saat menikmati perjalanan Padang Bai-Lembar, Minggu (6/9), karena keselamatan di laut lebih terjamin.
Dengan membayar tiket Rp 31.500 penumpang kapal Dharma Ferry IX berkapasitas 459 orang, menyuguhkan fasilitas ruang ber-AC, tempat tidur, ruang kesehatan, ruang bermain anak dan toilet yang bersih.
Sebelumnya, bayang- bayang kapal tenggelam di jalur itu masih terus menghantui. Apalagi, baru-baru ini di Bali, KMP Romo Putra tenggelam diduga kelebihan muatan. Setelah sebelumnya masih banyak rentetan peristiwa serupa di berbagai tempat terjadi.
"Saya cukup senang naik kapal ini. Alam perjalanan biasanya was-was. Namun, kini saya bisa tidur dan beristirahat dengan nyaman," kata Erna.
Erna mengaku, banyak kapal yang melayani penyeberangan Padang Bai (Bali) ke Lembar, Nusa Tenggara Barat, yang keselamatannya mengkhawatirkan. Saat ombak besar, kapal oleng ke kanan kiri, dan goyangannya begitu terasa tambahnya.
Belum lagi banyak penumpang yang mabuk laut karenanya. Jika mengantuk, terpaksa menggelar tikar atau alas di lantai kapal. Bahkan kadang air laut masuk ke dalam kapal.
Ayu, putri Erna yang bekerja sebagai guru di Lombok berharap, pelayanan ini terus berlangsung, dan kapal-kapal penyeberangan lainnya juga menerapkan hal serupa. Bagi mereka kapal laut alternatif transportasi satu-satunya yang murah dan terjangkau dibanding pesawat terbang yang lebih mahal biayanya.
Uci pun mengungkapkan kegembiraannya menaiki kapal yang nyaman. Biasanya dengan ongkos yang sama, kenyamanannya kurang.
"Tadi saya hanya membayar Rp 31.500, sekarang tidur di tempat tidur yang biasanya di kapal penyeberangan lain tidak tersedia," ujarnya.
Perjalanan hampir empat jam terbayar dengan kenyamanan. "Biasanya, bosan dan tidak menyenangkan," ungkapnya.
Direktur Utama PT Dharma Lautan Utama, Bambang Haryo Soekartono mengungkapkan, pelayanan maksimal dan pengutamaan keselamatan menjadi prioritas mereka. "Apa yang dicanangkan Dirjen Kelautan Dphub tentang keselamatan dan keamanan betul-betul diperhatikan. Kapal ini juga sekaligus berfungsi menjadi armada pariwisata," paparnya dalam perjalanan itu.
Terkait tarif yang cukup bersaing tersebut, Bambang menyatakan, penetapan harga tersebut sudah menyentuh break even point (BEP). "Kalau nanti pelayanan bagus, kami ajukan kepada pemerintah untuk menyesuaikan harga, namun harga tersebut diupayakan tidak menyusahkan publik," ungkapnya.
Terobosan
Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, yang turut menikmati perjalanan tersebut, mengapresiasi layanan kapal penyeberangan yang baru diresmikan di Surabaya, 22 Agustus lalu tersebut. "Boleh dikatakan terobosan, perusahaan ferry pertama mengutamakan adanya suatu pengumuman keselamatan dan fasilitas ekonomi jauh lebih baik," ungkapnya.
Para pengguna jasa feri dapat berlayar dengan tenang. Pelayaran semacam ini pun mampu menjadi bagian meningkatkan pariwisata di Lombok.
Nantinya, tambah Menhub, akan dilakukan standarisasi kapal penyeberangan. Caranya lewat docking (perawatan) simultan setiap setahun sekali dan peremajaan mesin.
Selain itu, langkah uji petik yang dilakukan diharapkan mampu mengontrol angkutan laut yang laik laut. Jika diabaikan, diancam sanksi.
Ia berharap, para pengusaha feri melakukan program docking (pemeriksaan menyeluruh kapal) setahun sekali. Selain itu, semua fasilitas keselamatan disiapkan.
Dengan begitu, muncul persaingan yang sehat antara swasta dan Indonesia Ferry Angkutan Sungai dan Penyeberangan (ASDP) selaku badan usaha milik negara. Keinginan adanya penyesuaian tarif ekonomi, bagi Menhub, bisa ditoleransi asal tetap mengacu pada batas yang ditetapkan pemerintah. [SP/ Ari Supriyanti Rikin]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar